Advertisement

Cerpen Ayah: Sebuah Kenangan Indah

Cerpen Ayah

Cerpen Karangan: Ilham Prasetyo

Ilham duduk termenung di balik kemudi taksi tuanya. Pandangannya menerawang jauh ke luar jendela, menatap keramaian Jakarta yang tidak pernah tidur. Klakson mobil berbunyi nyaring, pengendara motor melaju kencang melintas. Namun Ilham seakan tuli dan buta terhadap hiruk-pikuk di sekitarnya. Pikirannya melayang jauh pada kenangan akan sosok ayahnya. 

Sosok Budi Prasetyo, ayah Ilham, selalu terlihat gagah dan optimis. Sebagai veteran pengemudi taksi di Jakarta, beliau dikenal luas atas pelayanan dan hospitality-nya kepada para penumpang. Namun baru dua minggu lalu ayahnya direnggut oleh sang maha kuasa, meninggalkan duka mendalam dalam diri Ilham.    

Ilham menghela napas berat, dadanya sesak oleh berbagai perasaan yang berkecamuk. Kesedihan mendalam atas kehilangan sang ayah tercinta. Penyesalan karena tidak sempat mengucapkan selamat tinggal. Dan kecemasan atas masa depan—masa depan dirinya dan usaha taksi sang ayah yang kini menjadi tanggung jawabnya.

Selama ini Ilham tidak pernah bercita-cita menjadi supir taksi. Impiannya adalah menjelajahi dunia, menjadi petualang dan menemukan makna kehidupan di luar rutinitas Jakarta yang membosankan. Namun kini impian itu terasa mustahil. Ilham tidak mungkin mengejar mimpinya sementara warisan ayahnya bergantung padanya.  

Dilema yang dirasakan Ilham begitu menyesakkan. Di satu sisi, ia ingin mengejar passion dan impiannya sendiri. Tapi di sisi lain, ia harus mempertahankan usaha keluarga yang sudah dirintis sang ayah bertahun-tahun. Mana yang harus ia pilih? Kebingungan dan kegalauan berkecamuk dalam benak Ilham, menciptakan badai yang memporakporandakan hatinya.

Setelah bergulat panjang dengan batinnya, akhirnya Ilham memutuskan untuk meneruskan usaha taksi sang ayah. Keputusan itu bukan tanpa pengorbanan. Selain harus melepaskan mimpinya sendiri, Ilham juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa usaha taksi sang ayah sedang mengalami masa-masa sulit. 

Banyak kompetitor baru bermunculan dengan armada dan teknologi canggih. Sementara Ilham masih memakai taksi tua peninggalan ayahnya, tanpa akses internet atau aplikasi online. Untuk menarik pelanggan saja ia masih mengandalkan telpon via call center. Tentu saja hal ini membuatnya kalah bersaing dengan kompetitor modern.

Belum lagi tantangan dan masalah sehari-hari dalam mengelola operasional. Mulai dari mengatur jadwal supir, menagih utang pelanggan, memperbaiki kerusakan taksi tua, hingga menghadapi keluhan-keluhan pelanggan yang kadang tidak masuk akal. Semua tanggung jawab itu kini dipikul Ilham seorang diri di usianya yang masih sangat muda. 

Beberapa bulan berlalu, dan tekanan yang dirasakan Ilham kian menumpuk. Jumlah pelanggan dari hari ke hari semakin menurun drastis. Beberapa supir dan karyawannya mengundurkan diri karena gaji yang tidak seberapa. Sementara sisa supir yang bertahan menuntut kenaikan gaji di tengah penurunan pendapatan perusahaan. 

Ilham merasa sangat tertekan dan frustasi. Ia hampir tidak sanggup lagi menahan beban berat di pundaknya. Bahkan untuk sekadar tersenyum dan bersikap ramah kepada pelanggan saja terasa berat baginya. 

Pada suatu malam yang kelam, saat Ilham termenung sendirian di taksi tuanya, ia nyaris menyerah. Ia sangat ingin melepaskan semua tanggung jawab ini dan kabur mengejar mimpinya sendiri. Meninggalkan usaha ayahnya yang sudah di ambang kebangkrutan. 

Tepat saat itu muncul sosok Pak Ujang, supir senior yang sudah mengabdi puluhan tahun pada perusahaan ayahnya. Dengan bijaksana Pak Ujang menasehati Ilham, memberinya dorongan dan motivasi untuk tetap teguh pada prinsip dan tidak menyerah pada keadaan. 

Ilham pun akhirnya menemukan kekuatan baru dalam dirinya. Ia tidak akan mengecewakan ayahnya dengan kabur dari tanggung jawab. Apapun rintangannya, ia akan terus memperjuangkan warisan sang ayah.

Keesokan harinya, di tengah rutinitasnya mengemudi taksi, Ilham mendapatkan penumpang istimewa, seorang lelaki tua bernama Pak Budi. Sepanjang perjalanan, Pak Budi banyak bercerita dan berbagi hikmah kehidupan kepada Ilham. 

Ilham mendengarkan dengan seksama wejangan Pak Budi tentang arti hidup sesungguhnya. Bahwa uang dan kesuksesan materi bukanlah tujuan utama hidup manusia di dunia. Justru sebaliknya, kebahagiaan dan makna hidup datang dari melayani serta memberikan kepada orang lain tanpa pamrih.

Wejangan Pak Budi seolah menjadi pencerahan bagi jiwa Ilham. Selama ini ia terlalu terfokus pada aspek bisnis dan financial usaha ayahnya, hingga melupakan intisari pekerjaan seorang supir taksi—yaitu melayani dan menolong sesama.

Ilham pun memutuskan untuk meninjau ulang pendekatan usahanya. Ia akan kembali pada visi dan misi sang ayah ketika mendirikan usaha ini dulu. Yaitu memberikan pelayanan tulus dan hangat kepada para penumpang, seperti melayani keluarga sendiri.  

Dengan paradigma baru ini, perlahan tapi pasti usaha Ilham mulai bangkit. Reputasinya sebagai perusahaan taksi ramah dan profesional tersebar luas di masyarakat. Pelanggan pun kembali berdatangan, bahkan melebihi masa keemasan sang ayah dulu.  

Hari ini, dua tahun setelah kepergian sang ayah, Ilham merayakan ulang tahun perusahaan yang ke 25. Acara dihadiri oleh seluruh pegawai, supir, dan keluarga besar perusahaan. Suasana hangat dan haru mewarnai momen istimewa ini.

Ilham tersenyum bahagia melihat hasil jerih payahnya selama ini. Berkat ketekunan dan dedikasinya, kini perusahaan ayahnya kembali sukses dan tumbuh pesat. Lebih dari sekadar sukses finansial, Ilham juga menemukan kebahagiaan dan kedamaian batiniah dalam pekerjaannya. 

Ia bersyukur telah mengambil keputusan berat untuk meneruskan usaha sang ayah dua tahun lalu. Karena pada akhirnya, justru dari situlah ia menemukan jawaban atas eksistensi dan tujuan hidupnya yang sesungguhnya.  

Dalam merayakan momen bahagia ini, Ilham bertekad untuk terus membagikan kegembiraan kepada semua orang di sekelilingnya. Entah itu pegawainya, pelanggannya, bahkan orang asing yang ditemuinya di jalanan. 

Bagi Ilham kini, memberi dan melayani adalah sumber kebahagiaan yang tak terkira. Persis seperti yang diajarkan oleh Pak Budi, penumpang bijaksana yang ditemuinya dulu. Ilham telah menemukan jalan kenangannya yang sejati. Jalan kenangan ayahnya yang kini hidup dalam dirinya.